Saturday, May 11, 2013

Semoga ALLAH SWT memberkahi kita di bulan Rajab ini...

Tanpa terasa, Hari Rabu 24 Juni 2009, tepat tanggal 1 Rajab 1430 H. Bulan Rajab adalah salah satu dari Empat Bulan Haram atau yang dimuliakan ALLAH Ta’ala (Bulan Dzulkaidah, Dzulhijjah, Muharram dan Rajab).

ALLAH SWT berfirman: “Sesungguhnya bilangan bulan pada sisi ALLAH adalah dua belas bulan, dalam ketetapan ALLAH di waktu dia menciptakan langit dan bumi, di antaranya empat bulan haram. Itulah (ketetapan) agama yang lurus, Maka janganlah kamu menganiaya diri kamu dalam bulan yang empat itu, dan perangilah kaum musyrikin itu semuanya sebagaimana merekapun memerangi kamu semuanya, dan Ketahuilah bahwasanya ALLAH beserta orang-orang yang bertakwa.” (QS. At Taubah 36)

Fenomena pergantian bulan di mata seorang muslim adalah salah satu sarana untuk mengingat kekuasaan ALLAH Ta’ala dan dalam rangka untuk mengambil ibrah dalam kehidupan juga sebagai sarana ibadah.

Karena itu, pergantian bulan dalam bulan-bulan Hijrah kita disunnahkan untuk berdo’a, terutama ketika melihat hilal atau bulan pada malam harinya. Do’a yang diajarkan oleh Baginda Rasulullah saw. adalah:
“Ya ALLAH, Jadikanlah bulan ini kepada kami dalam kondisi aman dan hati kami penuh dengan keimanan, dan jadikanlah pula bulan ini kepada kami dengan kondisi selamat dan hati kami penuh dengan keislaman. Rabb ku dan Rabb mu ALLAH. Bulan petunjuk dan bulan kebaikan.” (HR. Tirmidzi)

Sunday, May 5, 2013

Energi Ketulusan

"Sir Edmund Hillary". Namanya melegenda seiring kesuksesannya menaklukan keangkuhan mount everest, sebagai gunung tertinggi di planet bumi. Maka tercatalah namanya sebagai manusia pertama yg berhasil menembus keganasan mount everest dengan selaksa  mitos keangkeran yang menyelubunginya, setelah hampir ratusan nyawa melayang di ranah peruntungan ini. Tak kurang seorang Ratu Elizabet II pun yang sejenak saja naik tahta Britania Raya menganugrahinya gelar kebangsawanan, "Sir" kepada Edmund Hillary.

Tapi ada keunikan lain dibalik cerita sukses seorang Edmund Hillary. Kala para kolega yang mengucapkan selamat dan jurnalis yang mengabadikan gambar mengerumuninya sesaat turun dari pendakian, sesosok lelaki duduk tersandar. Dari wajahnya nampak jelas guratan-guratan kelelahan yang sangat. Sesekali menghela nafas dalam-dalam melepaskan rasa hati puas sambil tersenyum menyaksikan ekspresi  selebrasi di depannya. Siapakah dia? Tenzing Norgay. Ya, lelaki Sherpa, sebuah suku yang tinggal di kaki gunung everest di wilayah hukum Tibet,  itulah nama lain dibalik kisah penaklukan Mount Everest itu. Mengapa? Karena dialah pemandu dalam misi pendakian itu. Ia bercerita tatkala selangkah lagi mencapai puncak tertinggi Everest, ia mempersilahkan Edmund Hillery untuk berjalan di depan. Padahal jika saja ia mau, tentu namanya-lah yg tercatat dalam sejarah penaklukan Mount Everest karena  berjalan di depan sebagai pemandu. Mengapa itu tak ia lakukan? "Kebahagiaan bagi saya adalah menghantarkan orang kepuncak Everest dengan selamat. Tidak yang lain". Meski dengan sikapnya itu, tak ada yang "engeh" padanya, apatah lagi kelebat blit kamera mengabadikan gambarnya.

Kekuatan Rasa Gembira

 Senyum, tawa, tangis memberikan warna dalam hidup kita. Semua rangkaian hidup memberikan sentuhan tersendiri dalam relung hati. Semua rasa itu menjadi sebuah pengalaman dan pelajaran, untuk berusaha menjadi insan yang lebih baik dari hari ke hari.

Dalam perjalanan kehidupan, tidak selamanya apa yang terjadi sama dengan apa yang kita inginkan. Gundah gulana sering menyelimuti tatkala kesedihan datang. Tidak ada manusia yang ingin ditimpa kesedihan, namun hal itu adalah sunnatullah yang pasti akan dialami oleh setiap manusia.

Saat kesedihan meradang, manusia acapkali kehilanngan kendali dan larut dalam kesedihan. Pesimistis muncul dalam menatap masa depan, pada saat kondisi ini, pikiran manusia terfokus pada penyebab kesedihan dan melupakan nikmat-nikmat lain yang Allah anugerahkan.

Berbanding terbalik saat manusia sedang gembira. Kegembiraan erat dengan optimistis dalam menatap masa depan. Saat terjadi benturan antara idealita dengan realita, orang-orang yang mampu mempertahankan imunitas kebahagiaan adalah mereka yang istiqomah dalam kebaikan. Sedih yang dialami tidak membuatnya hanyut dalam lamunan panjang. Ia akan segera bangkit dan memberdayakan kekuatan yang masih dimiliki untuk kemaslahatan umat.

Orang yang menjatuhkan pilihan kegembiraan terpusat pada kesenangan pribadi, ia akan sulit bangkit saat kesedihan datang. Namun tidak bagi mereka yang hidup untuk umat, penderitaan pribadi tidak lebih penting dibandingkan dengan uluran tangan yang dapat ia berikan bagi orang lain.

Ustadz Anis Matta mengatakan “Jangan biarkan satu peristiwapun yang dapat mencabut rasa kegembiraan dalam hidup kita. Karena gembira memunculkan perasaan berdaya. Perasaan berdaya akan sangat menentukan seberapa jauh kaki kita melangkah. Begitu banyak hal besar yang dapat kita lakukan namun pupus di tengah jalan karena kesedihan dan keputus asaan”.