Bahkan banyak dicontohkan bagaimana Nabi Muhammad SAW membalas kejahatan dengan kebaikan. Apakah di zaman seperti saat ini, metode itu masih berlaku dan masih mangkus?
Saya mencontohkan dua orang sedang menunggu bis untuk melakukan sebuah perjalanan yang sangat penting dan waktunya sangat mendesak. Ternyata bis yang ditunggu-tunggu terlambat datang. Orang pertama tetap menunggu dengan sabar dan tenang. Karena cukup lama menunggu, ia lalu membaca buku dan membolak balik catatan bahan rapat yang akan mereka hadiri.
Sebaliknya orang kedua langsung emosi, tidak terima dengan keadaan tersebut. Ia mengumpat dan menggerutu tak henti-henti karena kesal. Ketika mobil datang, sopirnya langsung ia damprat sambil terus mengomel. Akibatnya, ketika mengikuti rapat ia tidak konsentrasi karena amarah dan rasa kesal masih bersarang di dadanya, sementara sopir yang kena semprot tentulah merasa dendam dan sakit hati.
Beruntunglah orang pertama, meski terlambat hadir untuk rapat, tapi ia bisa hadir rapat dengan kepala dingin, materi rapat ia kuasai dengan baik dan tak ada orang yang tersakiti. Sedangkan orang kedua, terlambat hadir rapat, tak bisa konsentrasi karena hatinya tidak tenang, masih ada lagi tambahan orang dendam dan sakit hati kepadanya. Bukankah ini berarti kesabaran adalah sebuah strategi dan kesabaran adalah kemenangan?
Awalnya sikap dan logika seperti di atas susah dimengerti dan susah diyakini sebagai sebuah strategi yang ampuh untuk mencapai sebuah kemenangan. Namun seiring dengan perjalanan waktu, akhirnya mereka yang semula membantah argumen saya mulai paham dan percaya. Satu persatu Allah mulai memperlihatkan kekuasaanNya, satu persatu mulai terlihat nyata, perbuatan zalim itu tidak mempan seperti yang mereka rencanakan, bahkan malah berbalik arah menyerang pencetusnya.