Kadang, saya bertanya mengapa kebiasaan menulis menjadi bagian dari
keseharian saya. Atau, kapan persisnya menulis seolah terjadi dengan
seketika dan otomatis berjalan dengan sendirinya. Terlepas dari lingkungan dan peristiwa yang sering terjadi dalam jurnal kehidupanku, ternyata lebih mudah bagi saya menemukan jawaban atas
pertanyaan yang kedua. Mungkin, akan ada gunanya juga buat Anda,
Pembaca.
Inilah saat-saat saya membutuhkan energi berlebih. Maka, saya pun
menulis. Dengan menulis saya membongkar ulang peristiwa yang saya alami
hari ini, hari kemaren, lusa, ataupun hari-hari yang sudah berlalu untuk kemudian berusaha setajam mungkin mengoyak dan akhirnya
menemukan hikmah dari peristiwa yang tersedia. Karena hikmah baru
inilah, saya melihat dunia dengan perspektif baru, kehidupan aneh yang bisa diambil manfaat, emosi sesaat ketika suatu peristiwa. Tiba-tiba energi baru
pun teralirkan, entah darimana asalnya, entah bagaimana caranya. Legaaaaa!
Begitu saya kebingungan menentukan sebuah sikap atau tindakan, maka
saya pun menulis. Meskipun hanya dalam bentuk coretan atau goresan, yang
terkadang tanpa makna dan seolah sepi dari arti. Namun, pada akhirnya
sarat dengan muatan emosi dan energi. Betapa tidak, kebingungan adalah
sebentuk emosi. Hanya karena mengenali sedang menggenggam sebongkah
emosi, saya jadi lebih mengerti bagaimana emosi tertentu kadang muncul
secara tiba-tiba.
Tidak kebetulan sebenarnya, tapi lebih disebabkan
kurangnya kepekaan diri dalam mengenali munculnya tanda-tanda. Sebagai
hasilnya, begitu terlatih mengenali ciri-ciri akan timbulnya sebuah
emosi, sesegera mungkin saya mengerti apa dan bagaimana menindaklanjuti.
Mungkin belum efektif, tetapi pasti akan jauh lebih efektif saat saya
benar-benar membutuhkannya, segera.
Dengan menulis, saya mengenali tanda dan penyebab kebingungan,
sehingga mudah mengalihkannya ke arah yang saya kehendaki. Benar,
keterarahan adalah yang saya inginkan. Ketersambungan pada perasaan yang
terarahkan adalah kebiasaan yang senantiasa saya latihkan. Menulis
mampu melejitkan kondisi ini.
Jika Anda berkesempatan menemukan coretan grafiti di sebuah tempat, –
entah di dinding, pagar, tempat sampah, atau bahkan di halte – inilah
contoh sebuah pencarian akan perasaan terarahkan. Menulis memang
mengeluarkan energi yang tertahankan. Menulis merupakan pelampiasan
emosi. Tentu akan lebih cocok, jika menulis sebagai cara melepaskan
energi dan emosi dilakukan pada tempat atau sarana yang tepat. Blog yang
satu ini, saya pilih karena alasan itu.
Ketika berlomba dengan diri sendiri dalam pacuan kecenderungan berlaku fujur atau taqwa,
dan berujung di salah satu kutub di antara keduanya, kadang saya tak
mempercayai potensi keduanya. Maka, menulis menyentakkan ulang kesadaran
saya. Menulis membuat saya mengalami diskusi intensif dengan diri
sendiri. Di dalamnya ada perbincangan dan pertunjukan. Pemain dan
penontonnya sama, satu orang saja. Saya. Namun kali ini saya sedang
menjadi pengamat. Terkadang saya pun geli saat mengambil posisi menjadi
pengamat atas diri sendiri. Bayangkan saja, betapa asyiknya mendengar
komentar seseorang yang bernada nasihat tapi kemudian dibalas dengan
respon yang tidak ramah. Geli karena pemberi dan penerima nasihat ialah
diri sendiri. Menulis memungkinkan saya menemukan banyak kelucuan dan
kegelian semacam ini.
Inilah tiga keadaan yang membuat saya berkebutuhan dan ketagihan
untuk terus menulis. Guna mengisi kembali energi diri. Guna menjaga
ketersambungan dengan perasaan terarahkan. Guna menyadarkan ulang
tentang kepemilikan potensi diri, yang pastinya akan dimintai
pertanggungjawaban.
Jika Anda berniat memetik manfaat lain dari menulis, bergegaslah. Mungkin saja Anda akan menikmatinya dengan segera. Bukan begitu?!
No comments:
Post a Comment
No Sara No Anarki....
klik Select Profile ( pilih name/URL dan isilah namamu selengkapmu gan..)